Berobat
S
|
udah seminggu ini Reynand sakit. Dia hanya menyendiri di
kamar, bersembunyi dari kebisingan luar. Makan pun rasanya tak enak, hambar.
Bahkan untuk berbicara saja, terasa menyiksa. Ya, Reynand sedang sakit gigi.
Ah, lagu yang bilang lebih baik sakit gigi daripada sakit hati sepertinya belum
pernah merasakan sakit gigi. Nyatanya sakit gigi sangat menyiksa. Mulut Reynand terlihat bengkak seperti mulut
seorang maling yang tertangkap dan babak belur habis di hajar massa.
Sebenarnya ayahnya
Reynand sudah menyarankan untuk berobat ke klinik terdekat, tapi memang Reynand
malas pergi ke klinik untuk berobat. Meskipun disuruh seratus kali pun dia
tetap tidak mau. Wataknya memang keras dan memilih bertahan dengan sakitnya yang
terus menyiksanya. Sakit gigi menyebabkan seluruh tubuhnya pun ikut sakit.
Pada akhirnya
Reynand harus kalah dengan keadaan. Karena saat dalam perjalanan kerja yang
sebagai marketing Reynand merasa giginya tambah parah sakitnya dan berfikir
mencari klinik gigi terdekat. Watak batu-nya telah raib oleh kepepet.
Dan terpaksa juga hari ini dia keluar kamar bahkan keluar rumah untuk bekerja.
Pekerjaannya tidak mungkin untuk ditinggalkan.
Bekerja sebagai
marketing membuat Reynand bisa keluar ke mana-mana, karena setiap hari dia
harus keluar ke lapangan menemui customer-nya satu persatu dari barat ke
timur, utara ke selatan. Itu semua dialani Reynand dengan senang hati. Setelah
mencari-cari, akhirnya Reynand mendapatkan klinik gigi di pinggir jalan, yaitu
klinik gigi yang terbesar di Indonesia dengan logo bergambar gigi dan sikat
gigi yang tersenyum.
Setelah memarkirkan
motornya, sambil memegangi pipinya yang sudah bengkak dan mengaduh, Reynand
masuk ke klinik tersebut. Di dalam Reynand langsung di sambut resepsionis
klinik dengan senyum yang merekah dan sedikit dibuat-buat agar terkesan ramah.
“Selamat pagi,
selamat datang di Klinik Gigi Andira Tlogosari,“ sapa respsionis.
Kebetulan sekali
hari ini Reynand sedang di daerah Tlogosari Semarang karena memang sudah
membuat janji dengan customer nanti pada jam duabelas siang. Sekarang
masih jam 10.15 WIB, masih ada waktu dua jam lagi untuk berobat.
“Ada yang bisa saya
bantu, Bapak?” tanya resepsionis pada Reynand.
“Iya, Mbak. Saya
mau periksa gigi,“ jawab Reynad di sela-sela mengaduh karena tak tahan dengan
giginya yang terasa semakin menyiksa.
“Sudah pernah
periksa ke klinik kami sebelumnya, Pak?” tanya resepsionis lagi yang masih
memamerkan deretan gigi-gigi putih dan tampak terawatnya.
“Belum, Mbak,“ jawab
Reynand lagi sambil memegang giginya.
“Baik, tunggu
sebentar ya, Pak. Nanti akan kami panggil sesuai nomer antrean Bapak.”
Reynand langsung
beranjak dan mencari tempat duduk di ruang tunggu yang tersedia. Sudah ada
beberapa orang yang terlihat menunggu antrean.
Sambil menunggu
giliran reynand hanya bisa melihat poster-poster yang terpasang di klinik yang
menghimbau untuk selalu rajin memeriksakan gigi enam bulan sekali.
“Reynand Nur Cahyo.”
Suara itu terdengar
dari resepsionis yang menyapanya tadi. Dengan masih memegangi pipi, Reynand
langsung menuju ruang periksa yang sudah di tunggu-tunggu selama hampir satu
jam.
Ruang periksa ini
tidak terlalu luas. Dindingnya berwarna putih bersih dan tampak rapi.
”Selamat pagi Bapak,
perkenalkan saya Dokter Ratna?” Dokter Ratna pun menjabat tangan Reynand,
Reynand pun refleks membalasnya.
“Silakan duduk Bapak,
apa keluhannya?”
Reynand pun duduk
di depan Dokter Ratna.
“Ini, Bu Dokter, gigi saya sakit sampai bengkak
gini,” jawab Reynand pada Dokter Ratna.
Dokter Ratna ini
cantik dan menawan. Terlihat sangat ramah dengan pembawaan yang berwibawa. Dia
memakai kerudung putih yang di seragamkan dengan jas doket yang dipakainya.
Tampak serasi dan menambah aura kecantikannya.
“Silakan duduk di
tempat duduk itu.” Dokter Ratna menunjuk tempat duduk yang berada di sebelah
meja kerjanya.
Tempat duduk itu
persis yang pernah Reynand lihat dalam film komedi Mr. Bean episode periksa
gigi. Tempat duduk yang dikhususnya untuk pemeriksaan gigi. Tempat duduk itu
terlihat canggih karena bisa dinaik-turunkan dan lain-lain.
Setelah Reynand
duduk dengan debar jantung yang tak keruan, Dokter Ratna menyuruh Reynand
membuka mulutnya dan dimulailah pemeriksaan. Alat-alat di sini sudah modern,
berbeda dengan yang ada di puskesmas biasa reynand periksa.
Setelah selesai,
Reynand kembali ke meja kerja Dokter Ratna.
“Bapak Reynand, ini
saya kasih resep, nanti obatnya bisa dibeli di apotek. Yang ini nanti di
kasihkan ke kasir.”
Reynand sekilas
melihat jam dinding di ruang tersebut dan kaget karena sudah menunjukkan pukul
11.45 WIB. Sebentar lagi dia harus bertemu customer. Reynand langsung
berterima kasih dan bergegas ke kasir untuk
membayar biaya pemeriksaan.
“Bapak Reynand,
total semuanya seratus lima puluh tujuh ribu rupiah.”
Suara kasir yang
sebenarnya halus itu mengagetkan Reynand, karena baginya ini sangat mahal. Biasanya
periksa di puskesmas gratis tanpa di pungut biaya, tapi kali ini Reyanand harus
bayar sebesar itu pula.
Reynand hanya bisa
menggerutu dalam hati. Dengan berat hati Reynand merelakan uang—yang bagi Reynand sangat banyak—harus raib begitu saja.
***
Bersambung.................
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di kolom komentar yang telah tersedia!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga Warga Demak makin maju dan sukses selalu. amin.