Oleh : Prof.DR. M Quraish Shihab
Pakar-pakar pendidikan di Indonesia menilai bahwa salah satu sebab
utama kegagalan pendidikan kita karena para pendidiknya yang gagal.
Padahal, salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan pendidikan adalah
dipilihnya pendidik yang baik. Nah, Rasulullah adalah suri tauladan yang
terbaik, karenanya mari kita berkaca dari sepercik cara mendidik anak
ala beliau.
Kita dalam hal ini berada dalam lingkaran setan, anak didik tidak
berkualitas ternyata karena gurunya yang kurang bermutu, akhirnya
pendidikannya gagal. Memang salah satu syarat mutlak untuk keberhasilan
pendidikan adalah dipilihnya pendidik yang baik, yang sebelumnya perlu
dididik pula. Sebenarnya kalau melihat ke sejarah Nabi, problema ini
baru terselesaikan karena Allah Swt. turun tangan.
Anak didik dibentuk oleh empat faktor. Pertama, ayah yang berperan
utama dalam membentuk kepribadian anak. Bahkan, dalam Al-Quran hampir
semua ayat yang berbicara tentang pendidikan anak, yang berperan adalah
ayah. Kedua, yang membentuk kepribadiannya juga adalah ibu; ketiga, apa
yang dibacanya (ilmu); dan keempat, lingkungan. Kalau ini baik, anak
bisa baik, juga sebaliknya. Begitu pula baik-buruk kadar pendidikan
kita.
Empat faktor ini belum tentu semuanya terwujud. Ketika Allah Swt.
menetapkan bahwa Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, maka yang membentuk
kepribadiannya adalah Allah Swt. Sebab, bila diserahkan kepada
masyarakat atau keluarga, maka ia tidak akan sempurna, bisa jadi keliru.
Dalam hal ini, Tuhan yang melakukan, sedangkan masyarakat atau keluarga
diberi peranan yang sangat sedikit. Itu sebabnya bila telah selesai
peranan ayah, maka dia diambil-Nya meninggal dunia. Ini karena Tuhan
tidak mau beliau dididik bapaknya. Begitu lahir dibawa ke desa dan
ketika usia remaja baru ketemu ibunya. Namun, ibunya pun kemudian
diambil-Nya. Selain itu, beliau lahir di lingkungan dengan gaya hidup
yang terbelakang, bahkan hampir tidak tersentuh oleh peradaban. Padahal,
waktu itu Mesir, Persia, dan India semunya sudah maju. Dalam hal ini,
Allah Swt. ingin mendidik langsung beliau untuk menjadi pendidik, yakni
figur yang diteladani bagaimana seharusnya mendidik. Itu sebabnya beliau
bersabda, Addabanî Rabbî fa Ahsana Ta’dîbi (”Yang mendidik saya itu
adalah Tuhan”). Juga, Bu’itstu Mu’alliman (”Saya diutus-Nya menjadi
pengajar, pendidik”).
Kita ambil beberapa inti dari kisah hidup Rasulullah Saw. Beliau
bersabda, “Bila ingin anak yang membawa namamu itu tumbuh berkembang
dengan baik, maka pilih-pilihlah tempat kamu meletakkan spermamu, karena
gen itu menurun”. Jadi, sebelum anak lahir kita harus memilih hal yang
baik, karena gen ini mempengaruhi keturunan. Pakar pendidikan mengakui
bahwa ada faktor genetik dan pendidikan. Walaupun mereka berbeda
pendapat yang mana lebih dominan, namun yang jelas keduanya punya
pengaruh. Penulis pribadi cenderung berpendapat yang lebih dominan itu
sebenarnya pada pendidikan, bukan sperma (gen). Sebagai analogi, bila
kita lagi sumpek, masakan kita bisa tidak enak. Di sini ada pengaruh
dari emosi dan sikap pada saat membuat suatu masakan. Jadi, bila ingin
anak yang baik, maka harus ditanamkan perasaan yang enak, harmonis, dan
penuh keagamaan sewaktu memproduksinya. Ini berpengaruh kepada jabang
bayi. Ketika membuatnya dalam situasi ketakutan, maka anaknya pun akan
menjadi penakut. Anak yang lahir di luar nikah itu berbeda dengan anak
yang lahir dari hubungan yang sah. Karena semua orang sadar dalam hati
bahwa perzinahan itu buruk, maka hal ini nantinya dapat berpengaruh
terhadap anak. Karena itu pula, Nabi Saw. memerintahkan untuk memilih
tempat-tempat yang baik saat menanamkan sperma kita dan dianjurkan
sebelumnya untuk membaca doa dan tidak dihantui rasa takut atau cemas.
Di dalam Al-Quran diterangkan, Nisâukum hartsun lakum (Isteri kamu
adalah ladang buatmu). Di sini Al-Quran mengumpamakan suami sebagai
“petani” dan isteri sebagai “ladang”. Kalau petani menanam tomat, apakah
apel yang tumbuh? Siapa yang salah, bila si suami menghendaki anak
laki-laki namun yang lahir perempuan, petani atau ladangnya? Tentu
petani. Setelah ditanam, semestinya benih itu dipelihara. Bila ada hama,
maka perlu dipupuk, disirami, dan dipelihara dengan baik. Setelah ada
hasilnya, maka perlu dicuci dulu bila ingin dimakan. Dan bila ingin
dijual, juga dibersihkan dulu dan dikemas sedemikian rupa agar dapat
bermanfaat. Ini sebenarnya pelajaran dalam Al-Quran. Agar buah yang
lahir dari kehidupan suami-isteri ini bisa membawa manfaat sebanyak
mungkin, maka harus memperhatikan sang isteri (ibu). Dari sini, sekian
banyak anjuran untuk memberikan makanan yang bergizi bagi seorang ibu.
Di masa Nabi Saw, buah yang paling banyak adalah kurma. Kurma itu
memiliki vitamin dan karbohidrat yang tinggi. Nabi Saw. berkata,
“Isteri-isteri kamu yang sedang hamil, maka berilah ia kurma agar supaya
anaknya lahir sehat dan gagah”.
Hal di atas menunjukkan bahwa jauh sebelum anak dilahirkan, ternyata
Islam telah memiliki landasan dan tempat berpijak. Lalu, apa yang perlu
diperankan orang tua sekarang? Pertama, satu hal yang perlu
digarisbawahi, begitu seorang anak lahir, Islam mengajarkan untuk
diadzankan. Walaupun anak itu belum mendengar dan melihat, tapi ini
memiliki makna psiko-keagamaan pada pertumbuhan jiwanya. Anak yang baru
beberapa hari lahir, kalau ia ketawa, anda jangan menduga bahwa ia
ketawa karena atau dengan ibunya, tapi karena ia merasakan kehadiran
seseorang. Para pakar mengatakan demikian, karena ada orang yang lahir
buta tetap tersenyum saat ibu mendekatinya. Jadi, seorang bayi memiliki
rasa pada saat mendengar adzan, juga memiliki jiwa yang bisa berhubungan
dengan sekelilingnya. Karena itu, adzan menjadi kalimat pertama yang
diucapkan kepadanya. Dan, karena saat membacakan adzan seorang muadzin
berhubungan dengan Tuhan, maka inilah yang memberikan dampak bagi
perkembangan anak ke depan.
Kedua, sampai umur tujuh hari, kelahiran anak perlu disyukuri
(’aqiqah). Kalau begitu, jangan sampai terbetik dalam pikiran ibu/bapak
merasa tidak mau atau tidak membutuhkannya, karena saat itu sang anak
sudah punya perasaan dan harus disambut dengan penuh syukur (’aqiqah).
Misal, ada orang yang mengharapkan anak laki-laki, namun kemudian lahir
anak perempuan, akhirnya ia kecewa serta tidak menerima dan
menyukurinya. Semestinya perlu disyukuri, baik laki-laki maupun
perempuan.
Ketiga, setelah ‘aqiqah, sang anak baru diberi nama yang terbaik
karena dalam hadis disebutkan, “Di hari kemudian nanti orang-orang itu
akan dipanggil dengan namanya”. Dalam hadis lain dijelaskan, “Nama itu
adalah doa dan nama itu bisa membawa pada sifat anak kemudian”. Jadi,
pilihlah nama yang baik untuknya.
Nama itu adalah sebuah doa yang menyandangnya. Ada ilustrasi, sebelum
perang Badar (2 H.). berkecamuk, ada duel perorangan antara kaum muslim
dan musyrik. Ali, Hamzah, dan ‘Ubaidah dari pihak kaum muslim,
sedangkan dari pihak kaum musyrik yaitu ‘Utbah, Al-Walid dan Syaibah.
Ali (yang tinggi) melawan Utbah (orang yang kecil). Hamzah (singa)
berhadapan dengan Syaibah (orang tua). Al-Walid (anak kecil) berhadapan
dengan ‘Ubaidah (hamba yang masih kecil). Bisa dibayangkan, bagaimana
kalau orang yang tinggi besar berhadapan dengan anak kecil atau orang
yang dijuluki “singa” dengan orang tua, siapa yang menang? Yang terjadi,
Ali dan Hamzah berhasil membunuh lawannya, sedangkan Ubaidah dan
al-Walid tidak ada yang terbunuh hanya keduanya terluka.
Nabi Saw. dipilihkan oleh Allah semua nama yang baik dan sesuai,
karena ia adalah doa bagi yang menyandangnya. Misal, Nabi memiliki ibu
bernama Aminah (yang memberi rasa aman) dan ayahnya Abdullah (hamba
Allah). Yang membantu melahirkan Nabi namanya As-Syaffa (yang memberikan
kesehatan dan kesempurnaan). Yang menyusuinya adalah Halimah (perempuan
yang lapang dada), jadi Nabi dibesarkan oleh kelapangan dada. Anjuran
untuk memilih nama yang mengandung doa juga dimaksudkan agar jangan
sampai menimbulkan rasa rendah diri pada sang anak.
Keempat, mendidik anak bagi Nabi Saw. adalah menumbuhkembangkan
kepribadian sang anak dengan memberikan kehormatan kepadanya, sehingga
beliau sangat menghormati anak-cucunya. Bila memang sejak kecil ia sudah
memiliki perasaan, maka jangan sampai ada perlakuan yang menjadikannya
merasa terhina. Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya untuk
berbakti kepada orang tuanya. Nabi Saw. pernah ditanya, “Bagaimana
seseorang membantu anaknya supaya ia berbakti?”, Nabi berkata:
“Janganlah ia dibebani (hal) yang melebihi kemampuannya, memakinya,
menakut-nakutinya, dan menghinanya”.
Ada sebuah riwayat, seorang anak lelaki digendong oleh Nabi dan anak
itu pipis, lantas ibunya langsung merebut anaknya itu dengan kasar. Nabi
kemudian bersabda, “Hai, bajuku ini bisa dibersihkan oleh air, tetapi
hati seorang anak siapa yang bisa membersihkan”. Riwayat lain
menyebutkan bahwa Nabi berkata, “Jangan, biarkan ia kencing”. Dari hal
ini, muncul ketentuan, bila anak laki-laki kencing cukup dibasuh,
sedangkan bila anak perempuan dicuci dengan sabun. Riwayat tadi memberi
pelajaran bahwa sikap kasar terhadap seorang anak dapat mempengaruhi
jiwanya sampai kelak ia dewasa.
Namun sisi lain, ada satu hal di mana Nabi sangat hati-hati dalam
persoalan anak. Ketika Nabi lagi di masjid, ada orang yang kirim kurma,
kemudian cucunya datang dan mengambil sebuah kurma lalu dimakannya. Nabi
bertanya kepada ibunya, “Ini anak tadi mengambil kurma dari mana?”
Sampai akhirnya, dipanggilnya Saidina Hasan dan dicongkel kurma dari
mulutnya. Ini maknanya apa? Nabi tidak mau anak cucunya itu memakan
sesuatu yang haram, walaupun ia masih kecil dan tidak ada dosa baginya,
karena itu akan memberikan pengaruh kepadanya kelak ia besar.
Ada cerita dari pengalaman seorang ibu yang pendidikannya hanya
sampai SD dan memiliki 13 anak, tetapi semuanya berhasil. Suatu ketika,
ada orang yang bertanya kepada si ibu itu, “Doa apa yang dipakai ibu
sehingga semuanya berhasil?” Jawabnya, “Saya dan suami saya tidak banyak
berdoa. Tapi, bila anak saya bersalah atau saya tidak senang
perbuatannya, saya selalu berkata, “Mudah-mudahan Tuhan memberimu
petunjuk”. Jadi, anak ini tidak dimaki, dikutuk, atau dimarahi. Dan,
kami kedua orang tuanya tidak pernah memberi makan mereka dengan makanan
yang haram”.
Sumber : sayyidario.blogspot.com
No comments:
Post a Comment
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di kolom komentar yang telah tersedia!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga Warga Demak makin maju dan sukses selalu. amin.